Program digitalisasi pendidikan nasional resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 November 2025. Tapi di balik gebrakan ini, ada satu kesalahpahaman teknis yang terus bergulir.
Semua orang, dari media sampai guru di sekolah,
seringnya menyebut perangkat canggih yang dipakai di program itu dengan sebutan
"smartboard." Padahal, perangkat itu sebenarnya bernama Interactive
Flat Panel (IFP).
Sekilas memang sama, sama-sama papan tulis interaktif.
Namun, sebagai orang yang paham teknologi, saya harus bilang, IFP dan Smart
Board itu beda kasta, perbedaannya sangat jauh.
Ketika Interaktif Harus Bawa "Rombongan"
Mari kita bahas dulu Smart Board "klasik."
Teknologi ini sudah ada sejak lama dan sempat jadi primadona. Tapi sistem ini
sebenarnya rumit dan manja.
Smart Board bukan perangkat mandiri. Agar berfungsi,
dia butuh tiga elemen terpisah: papan sentuh itu sendiri, komputer yang
terpisah sebagai otaknya, dan yang paling merepotkan, proyektor eksternal
sebagai sumber gambarnya.
![]() |
| smartboard |
Inti masalahnya selalu ada di proyektor itu. Kualitas
tampilan Smart Board bergantung 100% pada proyektornya. Kalau ruang kelasnya
terang, bye-bye gambar yang jelas.
Belum lagi proyektor itu butuh lampu yang mahal dan
rentan mati. Ganti lampu itu bukan perkara murah, dan umur pakainya cuma
sekitar 2.000 sampai 4.000 jam saja. Setelah itu, lampu harus diganti,
filternya mesti dibersihkan, dan sistemnya harus dikalibrasi ulang. Perawatan
yang banyak komponennya ini jelas membebani anggaran.
IFP: Layar Mandiri, Kualitas Maksimal
IFP menghilangkan semua keribetan tadi. IFP adalah
sistem tampilan lengkap yang sudah terintegrasi. Semua ada di satu paket
elegan: layar LED/LCD canggih, sistem operasi bawaan (Android atau Windows),
bahkan kamera, mikrofon, dan speaker.
Yang paling keren, IFP tidak butuh proyektor. Layarnya
sendiri sanggup menampilkan gambar dengan kualitas 4K Ultra HD yang sangat
jernih dan warna yang menonjol. Tingkat kecerahannya mencapai 350 hingga 450
nits.
![]() |
| Interactive Flat Panel |
Ini menjamin gambar tetap tajam dan jelas, meskipun ruangan disinari matahari langsung. Kontrasnya konsisten, tidak akan memudar seperti yang terjadi pada proyektor.
Soal interaktivitas, IFP sudah melompat jauh.
Teknologi sentuhnya sangat responsif, mendukung hingga 50 sentuhan simultan.
Kamu bisa melihat banyak siswa berinteraksi di layar pada waktu yang sama.
Waktu responsnya super cepat, cuma 2-4 milidetik.
Ini memberikan pengalaman menulis dan menggambar yang
sangat mulus, tanpa jeda. Teknologi palm rejection juga ada, jadi tangan kamu
bisa menempel di layar tanpa mengacaukan tulisan.
Selain itu, IFP sudah siap dengan konektivitas modern.
Ada built-in WiFi 6 dan Bluetooth 5.2. Fitur seperti wireless screen sharing
dan dukungan penuh BYOD (Bring Your Own Device) menjadikan kelas lebih
fleksibel dan kolaboratif. Ini bukan cuma papan tulis interaktif; ini adalah
pusat komando digital.
Hemat Energi dan Investasi Jangka Panjang
Mungkin kamu bertanya, kenapa saya ngotot dengan
istilah IFP? Karena IFP secara fundamental lebih hemat biaya operasional.
Mari kita lihat daya tahan. IFP didesain untuk jangka
waktu sangat panjang, dengan umur pakai mencapai 50.000 jam. Bandingkan dengan
proyektor tadi yang hanya 2.000-4.000 jam. Kamu tidak perlu pusing memikirkan
penggantian bola lampu atau filter.
Perawatannya minimal sekali, hanya cukup membersihkan
permukaan layar. Dari sisi penghematan biaya suku cadang saja, IFP sudah
memenangkan pertempuran TCO (Total Cost of Ownership) ini.
Dari segi energi, IFP jauh lebih efisien. Konsumsi dayanya jauh lebih rendah, berkisar 150–400W tergantung ukuran layarnya, dan dilengkapi fitur penghematan seperti sensor otomatis. Proyektor memerlukan energi besar untuk mendinginkan lampunya. IFP, sebaliknya, lebih ramah lingkungan dan lebih tenang di dalam kelas. (*)
%20(1)+1.jpg)

