Pemasangan tiang jaringan internet di Indonesia diatur secara ketat melalui undang-undang dan peraturan pemerintah. Berdasarkan regulasi yang berlaku, terdapat persyaratan yang jelas yang mewajibkan penyelenggara telekomunikasi untuk mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah sebelum memasang infrastruktur di lahan pribadi.
Hal ini
menjadi penting karena kasus pelanggaran berupa pemasangan tiang tanpa izin
masih terjadi di beberapa daerah, yang dapat berujung pada tuntutan hukum dan
sanksi pidana.
Kerangka Hukum Tentang Infrastruktur Telekomunikasi
Undang-Undang Telekomunikasi
Landasan utama
pengaturan pemasangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Undang-undang
ini mengatur berbagai aspek penyelenggaraan telekomunikasi termasuk pembangunan
infrastruktur jaringan, hak dan kewajiban penyelenggara, serta hak masyarakat
sebagai pengguna layanan telekomunikasi.
Undang-undang
ini dibuat dengan mempertimbangkan pentingnya telekomunikasi dalam upaya
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mendukung pemerataan pembangunan,
serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Perkembangan
teknologi telekomunikasi yang pesat juga menjadi pertimbangan dalam pengaturan
ini, termasuk pengaruh globalisasi yang mengakibatkan perubahan mendasar dalam
penyelenggaraan telekomunikasi.
Peraturan Pelaksana
Selain UU No.
36 Tahun 1999, terdapat juga Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang mengatur lebih detail
tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, termasuk pembangunan
infrastruktur.
Peraturan ini
merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.
Khusus untuk
wilayah tertentu seperti DKI Jakarta, terdapat peraturan khusus seperti
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 yang mengatur secara
spesifik tentang pembangunan menara telekomunikasi di wilayah Jakarta.
Persyaratan Pemasangan Tiang Jaringan di Tanah Pribadi
Persetujuan Pemilik Tanah
Pasal 13 UU
No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan jelas menyatakan bahwa:
"Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan
atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara
para pihak".
Ketentuan ini
menegaskan bahwa setiap pemasangan tiang jaringan internet di tanah pribadi
harus didahului dengan adanya persetujuan dari pemilik tanah.
Persetujuan
ini merupakan persyaratan mutlak dan harus dilakukan sebelum pemasangan tiang,
bukan setelahnya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada
tuntutan hukum dari pemilik tanah.
Perizinan dari Instansi Terkait
Selain
persetujuan dari pemilik tanah, penyelenggara telekomunikasi juga harus
mendapatkan izin dari instansi pemerintah terkait.
Untuk
pemasangan tiang jaringan di tanah negara atau yang dikuasai pemerintah, Pasal
12 UU No. 36 Tahun 1999 menyatakan bahwa penyelenggara telekomunikasi dapat
memanfaatkan tanah negara setelah mendapatkan persetujuan dari instansi
pemerintah yang bertanggung jawab.
Di DKI
Jakarta, berdasarkan Pergub DKI Jakarta 89/2006, setiap pembangunan menara
telekomunikasi wajib memiliki beberapa izin, antara lain:
- Surat Keterangan Penempatan Titik Lokasi Rencana Pembangunan Menara Telekomunikasi dari Kepala Dinas Tata Kota
- Surat Keterangan Membangun dari Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan
- Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap jika jaringan instalasi terhubung dengan jaringan utilitas pada ruang publik
Hak dan Kewajiban Pihak Terkait
Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi
Penyelenggara
telekomunikasi memiliki hak untuk membangun infrastruktur jaringan
telekomunikasi, namun dengan kewajiban yang harus dipenuhi.
Berdasarkan UU
Telekomunikasi, penyelenggara wajib mendapatkan izin dari pihak yang berwenang
dan persetujuan dari pemilik tanah sebelum memasang infrastruktur di tanah
pribadi.
Selain itu,
Pasal 15 ayat (1) UU No. 36 Tahun 1999 menyatakan bahwa "Atas kesalahan
dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka
pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada
penyelenggara telekomunikasi".
Hal ini
menunjukkan kewajiban penyelenggara untuk bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkan.
Hak Pemilik Tanah
Pemilik tanah
memiliki hak untuk memberikan atau menolak persetujuan pemasangan tiang
jaringan internet di tanahnya. Jika terjadi pemasangan tanpa izin, pemilik
tanah berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 15 ayat
(2) UU No. 36 Tahun 1999 juga menegaskan bahwa "Penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya".
Konsekuensi Pemasangan Tanpa Izin
Aspek Hukum Perdata
Pemasangan
tiang jaringan internet di tanah pribadi tanpa izin merupakan pelanggaran hukum
perdata. Pemilik tanah dapat mengajukan tuntutan ganti rugi berdasarkan Pasal
15 UU No. 36 Tahun 1999.
Penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan,
kecuali dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan akibat kesalahan atau
kelalaiannya.
Aspek Hukum Pidana
Berdasarkan
kasus yang terjadi di Jombang, praktisi hukum Faris Tri Hatmoyo, S.H.
menyatakan bahwa pemasangan tiang dengan cara "menyerobot" (mengambil
alih secara paksa) tanah warga tanpa izin bisa berujung pidana.
Mendirikan
bangunan, tiang, atau apapun di atas lahan orang lain tanpa persetujuan
merupakan tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum.
Hal ini
menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan pemasangan tiang jaringan
internet tidak hanya berdampak pada aspek perdata berupa ganti rugi, tetapi
juga dapat berimplikasi pada aspek pidana yang dapat diproses oleh aparat
penegak hukum (APH).
Kesimpulan
Regulasi di
Indonesia mengenai pemasangan tiang jaringan internet di tanah pribadi telah
diatur dengan jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, terutama UU
No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Inti dari
aturan tersebut adalah bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi harus
mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah sebelum memasang infrastruktur di
tanah pribadi.
Pelanggaran
terhadap ketentuan ini dapat berakibat pada tuntutan ganti rugi dalam ranah
perdata, dan bahkan dapat berujung pada proses pidana.
Hal ini
menunjukkan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur dan perizinan yang berlaku
dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi untuk menghindari konflik dan
konsekuensi hukum yang tidak diinginkan.
Bagi
masyarakat yang menemukan adanya pemasangan tiang jaringan internet di tanah
mereka tanpa izin, disarankan untuk segera mendokumentasikan bukti dan
mengajukan keberatan kepada penyelenggara telekomunikasi terkait serta aparat
penegak hukum jika diperlukan.