Kenapa sih,
Indonesia itu susah banget lolos ke Piala Dunia? Ini pertanyaan yang bikin
sakit kepala, bukan cuma buat PSSI atau pelatih, tapi buat kita semua. Negara
kita punya populasi 285 juta jiwa! Secara logika sederhana, dari segitu banyak
manusia, masa kita enggak bisa ketemu sebelas orang yang bisa main bola dengan
bagus?
Indonesia ada
di urutan keempat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Tapi
partisipasi kita di Piala Dunia baru sekali saja, di tahun 1938. Itu pun masih
pakai nama Hindia Belanda.
Tidak cuma Indonesia
saja sih. India, China, Pakistan, Bangladesh juga punya masalah yang mirip:
populasi raksasa, tapi sepak bola mereka belum jadi kekuatan dominan. Jadi
alasan "penduduk banyak belum tentu jago bola" itu bisa saya terima, tapi
itu bukan alasan utama kegagalan kita.
Alasan Klasik 'Impor' Pemain dan Kegagalan Jangka Pendek
Belakangan,
strategi yang dipakai adalah naturalisasi. Kita 'impor' pemain-pemain keturunan
yang sudah lama main di luar negeri untuk memperkuat tim nasional.
Saya akui, ini
terbukti sangat membantu dalam beberapa pertandingan. Permainan tim jadi lebih
solid, lebih rapi, dan mental bertandingnya juga naik. Tapi kenapa hasilnya
masih belum bisa membawa kita ke Piala Dunia?
Ini yang harus
kita sadari: Naturalisasi adalah solusi jangka pendek. Ibaratnya, kamu sakit
kepala, dan kamu minum obat pereda nyeri. Hilang sebentar, tapi penyakit
utamanya masih ada.
Masalah
utamanya ada di sistem pembinaan kita, di liga yang kadang jadwalnya
berantakan, di infrastruktur yang enggak merata, dan yang paling krusial: mentalitas.
Berapa banyak talenta muda kita yang sudah 'terlihat' bagus di usia 17 tahun,
tapi hilang begitu saja di usia 20-an? Jawabannya: Banyak.
Kita terlalu
fokus mencari solusi dari luar, padahal potensi yang tidur di dalam 285 juta
jiwa itu jauh lebih besar.
Pelajaran dari Islandia dan Cape Verde
Nah, ini
bagian yang paling lucu dan sekaligus paling menampar. Islandia, negara dengan
populasi 350 ribu jiwa berhasil lolos ke Piala Dunia 2018. Jumlah penduduknya enggak
lebih banyak dari jumlah penduduk di Cirebon.
Lalu ada Cape
Verde dengan populasi sekitar 525 ribu jiwa, yang baru saja lolos ke Piala
Dunia 2026.
Apa yang Perlu Kita Lakukan?
- Stop Andalkan Naturalisasi Jangka Pendek: Saya enggak bilang naturalisasi itu buruk, tapi jangan jadikan itu satu-satunya solusi. Kita butuh investasi besar dan jangka panjang pada pelatih usia dini dan infrastruktur di seluruh pelosok negeri.
- Perbaiki Liga: Kualitas tim nasional enggak akan pernah lebih baik dari kualitas liga domestiknya. Kompetisi yang profesional, jadwal yang enggak aneh-aneh, dan wasit yang berintegritas adalah fondasi wajib.
- Tiru Sistem, Bukan Cuma Ambil Pemain: Kita perlu meniru etos kerja dan model pengembangan pemain seperti Islandia, atau bahkan negara Asia lain seperti Jepang dan Korea Selatan yang sukses secara konsisten. Mereka fokus pada pendidikan sepak bola, bukan lewat naturalisasi.
Sepak bola
Indonesia memang unik, di satu sisi punya basis suporter paling fanatik di
dunia, tapi di sisi lain punya tantangan terbesar untuk menerjemahkan populasi
masif itu menjadi prestasi kelas dunia.
Memilih 11
orang dari 285 juta jiwa enggak sulit, yang sulit adalah memastikan ke-285 juta
jiwa itu punya kesempatan dan sistem yang adil untuk menghasilkan ke-11 orang
terbaik itu.