5 Aksi Tawuran yang Dilestarikan Karena Bagian dari Tradisi Lokal


Di Indonesia, budaya tawuran terus dilestarikan namun dalam artian yang negatif dan sifatnya merugikan. Kelompok satu menyerang kelompok lainnya hanya karena hal sepele atau karena dendam yang berkelanjutan.

Hasilnya, bukan mereka yang tawuran saja yang rugi tapi masyarakat yang lokasinya dipakai tawuran juga ikut rugi. Kaca pecah, pagar roboh, jalan macet, batu berserakan di mana-mana.

Namun ada beragam kegiatan tawuran di berbagai belahan dunia yang dilestarikan karena tradisi atau sebagai bagian dari adat istiadat setempat. Kegiatan tawuran itu rutin diselenggarakan pada waktu tertentu yang biasanya berkaitan dengan sebuah ritual. Apa saja, yuk simak.

Tinku

Ini adalah pertarungan massal di jalanan di mana ribuan penduduk desa memiliki tujuan untuk menumpahkan darah sebanyak mungkin demi keberuntungan.

Pria dan wanita berpakaian warna-warni saling memukul untuk menyenangkan Dewi Pachamama agar panen tahun itu sukses.

Ritual ini terjadi di Macha, Pegunungan Andes, Bolivia, dan dianggap sebagai ritual suci suku Indian Quechua.

Tidak diperbolehkan menggunakan alat selama pertarungan, dan menendang juga dilarang. Semua pukulan ditujukan ke kepala. Tujuannya bukan untuk menjatuhkan lawan, tetapi untuk membuatnya berdarah. Karena semakin banyak darah, Dewi Pachamama akan semakin bahagia, menurut mereka.

Takanakuy


Masih di wilayah Amerika Selatan, sekarang kita bergeser ke Peru. Jika pada 25 Desember seluruh dunia merayakan Natal, penduduk di Provinsi Chumbivilcas, Peru akan merayakan ritual Takanakuy.

Tradisi yang juga bagian dari adat suku Indian Quechua ini memiliki tujuan agar bisa menyongsong tahun baru dalam keadaan damai, tidak ada dendam. Makanya semua pertarungan diawali dan diakhiri dengan pelukan atau berjabat tangan.

Semua boleh ikut, pria, wanita hingga anak-anak. Peraturannya 1 vs 1 dan menggunakan tangan kosong.

Stenka na stenku

Ada sebuah guyonan yang mengatakan, “Jika tubuh manusia 60 persennya adalah air, maka orang Rusia 60 persennya adalah vodka”. Makanya tidak heran jika orang-orang Rusia terkesan tangguh dan menyeramkan.

Stenka na stenku yang berarti tembok melawan tembok, adalah sebuah tradisi pertarungan orang Rusia dalam merayakan Maslenitsa atau festival awal musim semi. Tujuannya hanya untuk senang-senang.

Dua kelompok yang terdiri dari enam hingga ratusan orang akan berjejer saling berhadapan. Begitu dimulai, mereka akan saling pukul-pukulan tanpa menendang. Begitu selesai, mereka akan berjabat tangan, berpelukan, hingga foto bersama.

Calcio storico

Dari namanya sudah bisa ditebak kalau ini berasal dari Italia, tepatnya Florence. Calcio storico artinya sepak bola bersejarah. Tapi tidak seperti sepak bola yang kita tahu, calcio storico boleh dibilang campuran antara rugby dan MMA.

Satu tim terdiri dari 27 orang dengan waktu main 50 menit. Bola dibawa dengan tangan untuk dimasukkan ke gawang lawan di sebuah lapangan berpasir. Jika di sepak bola biasanya lawan akan di-tackling, di calcio storico akan diajak pukul-pukulan dan itu merupakan bagian dari permainannya. Bahkan yang tidak sedang membawa bola pun ikut pukul-pukulan.

Tradisi tahunan yang diselenggarakan sejak abad 16 ini selalu diikuti oleh empat tim yang sama yang berasal dari empat distrik di Kota Florence. Ada Santa Croce, Santa Maria Novella, Santo Spirito, dan San Giovanni yang masing-masing diwakili warna biru, merah, putih, dan hijau.

Pesertanya bisa siapa saja, tak harus atlet. Anehnya, semua pesertanya ikut serta dengan sukarela tanpa bayaran. Tim pemenang akan mendapat seekor sapi atau makan malam gratis. Tidak ada piala atau hadiah uang.

Sisemba

Kalau tradisi yang satu ini berasal dari kawasan Toraja, Sulawesi Selatan. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan dilandasi dengan keyakinan bahwa acara tersebut akan membuat mereka tetap semangat untuk bekerja mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Peraturannya, peserta harus berpegangan tangan, menyerang lawan dengan cara menendang dari depan bukan dari samping. Jika lawan sudah jatuh tidak boleh ditendang lagi dan tidak boleh menendang kepala.

Meski terlihat seperti tawuran, tradisi ini diklaim menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Meski adrenalin mengalir deras, namun semua pesertanya harus menjaga dan mengontrol emosinya. Orang yang terluka saat Sisemba tidak boleh menyimpan dendam kepada lawannya.

Lebih baru Lebih lama