Saya yakin banyak dari kita yang mendambakan PC yang portable
tapi bukan laptop. Nah, ada satu perangkat yang
menarik perhatian, yaitu Raspberry Pi 500.
Dengar namanya saja saya sudah bisa membayangkan
Raspberry Pi yang biasanya cuma papan sirkuit kecil, sekarang diubah total. Perangkat
ini adalah sebuah komputer lengkap yang diletakkan persis di dalam casing
keyboard. Tinggal sambungkan ke monitor, dan saya punya desktop PC yang siap
pakai. Konsepnya keren sekali.
Harga di Negara Asal: Murah Meriah
Dari situs resminya, harganya benar-benar menggoda saking murahnya:
- Unit Komputer
Saja (Keyboard dengan PC di dalamnya): $90.
- Desktop Kit Komplit: $120. Termasuk mouse, adaptor daya, dan SD card yang sudah terisi OS (Raspberry Pi OS).
Coba kita hitung, dengan harga $120, sudah dapat unit
komputer, mouse, adaptor, dan media penyimpanan beserta sistem operasinya. Ini
harga yang sangat-sangat menarik buat hobbyist, pelajar, atau siapa pun yang
mau punya PC kedua untuk eksperimen atau kerjaan ringan.
![]() |
| Raspberry Pi OS |
Raspberry Pi OS sendiri penampilannya bersih dan user-friendly,
cocok untuk browsing, coding dasar, atau pekerjaan kantor standar.
Inilah inti dari filosofi Raspberry Pi: Komputasi yang
terjangkau. Mereka berhasil mengemas otak dari Raspberry Pi 5, prosesor quad-core
64-bit ARM, RAM 8GB, dan semua port I/O ke dalam format keyboard. Di bagian
belakang keyboard itu, kamu bisa melihat port USB, port HDMI, port Ethernet,
dan tempat untuk SD card. Semua yang saya butuhkan dari PC desktop ada di situ.
Realita Harga di Indonesia: Mending Beli Laptop Bekas?
Tapi euforia itu langsung meredup ketika saya mulai
mencari harga jual Raspberry Pi 500 di Indonesia. Ini dia bagian yang bikin
saya harus berpikir dua kali, atau bahkan tiga kali.
Harga paling murah untuk Raspberry Pi 500 (unitnya
saja) yang saya temukan di e-commerce lokal, melonjak sampai Rp3,2 juta. Saya
mencoba mengerti, pasti ada biaya impor, pajak, dan margin keuntungan
distributor.
Namun sebagai konsumen yang rasional, harga ini
memaksa saya untuk membandingkannya dengan opsi lain.
Rp3,2 juta, itu bukan angka yang kecil untuk sebuah
mini PC. Dengan budget segitu, saya bisa mendapatkan laptop bekas yang
spesifikasinya jauh lebih mumpuni, atau mini PC seperti Beelink atau Asus NUC.
![]() |
Saya tidak bicara laptop yang sudah usang, tapi laptop bekas dari merek-merek ternama dengan prosesor Intel Core i3 atau bahkan i5 generasi lama, RAM 8GB, dan SSD.
Jadi Raspberry Pi 500 Ini Sebenarnya untuk Siapa?
Melihat perbandingan di atas, jika tujuan utama saya
adalah mencari komputer untuk kebutuhan sehari-hari yang all-in-one buat kerja,
kuliah, browsing, nonton YouTube, atau sedikit gaming, maka laptop bekas dengan
harga Rp3,2 juta adalah pilihan yang jauh lebih baik. Performanya lebih gesit,
ekosistem aplikasinya lebih luas, dan yang paling penting, dia punya layar dan
baterai.
Namun, ini bukan berarti Raspberry Pi 500 buruk.
Justru sebaliknya, perangkat ini luar biasa.
Raspberry Pi 500 adalah niche product yang spesifik,
bukan untuk mainstream:
- Penggemar Tinkering dan Hobbyist: Bagi yang suka ngoprek, coding IOT, membuat server kecil di rumah, atau mengajar anak-anak dasar-dasar komputasi dan pemrograman, Pi 500 ini alat yang sempurna. Form factor-nya yang all-in-one membuat setup jadi sangat rapi.
- Edukasi Komputasi: Ini memang DNA Raspberry Pi. Perangkat ini dirancang untuk mengajarkan literasi komputer. Dengan harga yang (seharusnya) terjangkau, perangkat ini membuka pintu bagi siapapun untuk belajar Linux dan hardware.
- Minimalis dan Efisien Daya: Buat yang peduli konsumsi listrik pasti akan jatuh cinta. Perangkat ini sangat hemat energi dan tidak bising.
Intinya: Sebagai PC desktop utama untuk kerja berat
dengan harga Rp3,2 juta di Indonesia? Tidak, saya lebih memilih laptop bekas.
Sebagai alat ngoprek canggih yang compact dan fungsional di harga tersebut? Ya,
mungkin masih bisa dipertimbangkan karena keunikan form factor-nya.
Sayangnya, tingginya harga jual di sini benar-benar
menghilangkan daya tarik utama Pi 500, yaitu keterjangkauan.
Inilah PR besar bagi kita di Indonesia: bagaimana
teknologi keren seperti ini bisa hadir dengan harga yang mendekati harga
aslinya. Kalau saja harganya bisa di sekitar Rp2 juta, ceritanya pasti akan
berbeda total. (*)


