Dystonia Musisi: Kenali Penyebab dan Gejala Saraf Rusak Akibat Gerakan Repetitif

 

dystonia

Pernah lihat pesepakbola top tiba-tiba nggak bisa mengoper bola dengan akurat, atau seorang koki handal mendadak kesulitan memotong bawang?

 

Nah, kalau di dunia musik ada juga "musibah" serupa yang namanya dystonia. Ini bukan sekadar cedera otot biasa, tapi lebih seperti vonis mati buat siapa pun yang hidupnya dari bermain musik.

 

Definisi Dystonia


Dikutip dari mayoclinic.org, dystonia adalah gangguan gerakan yang menyebabkan otot-otot berkontraksi. Hal ini dapat menyebabkan gerakan memutar atau gerakan lain yang terjadi berulang kali dan tidak dapat dikendalikan oleh penderita.

 

Ketika kondisi ini mempengaruhi satu bagian tubuh, disebut dystonia fokal. Ketika mempengaruhi dua atau lebih area tubuh yang berdekatan, disebut dystonia segmental. Ketika dystonia mempengaruhi seluruh bagian tubuh, disebut dystonia umum.

 

Kejang otot dapat bervariasi dari ringan hingga serius. Kejang ini mungkin menyakitkan dan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari.

 

Tidak ada obat untuk dystonia, tetapi obat-obatan dan terapi dapat meredakan gejala. Operasi kadang-kadang digunakan untuk menonaktifkan atau mengatur saraf atau daerah otak tertentu pada orang dengan dystonia yang parah.

 

Untuk seorang musisi, gerakan-gerakan halus yang biasanya otomatis jadi kacau balau. Contohnya, jari-jari mendadak nggak nurut sewaktu lagi main melodi yang rumit, atau kaki tiba-tiba bergerak sendiri saat menginjak pedal drum. Frustrasinya pasti minta ampun.

 

Bukan Sekadar Kecapekan Biasa

 

Jadi dystonia ini sebenarnya kondisi neurologis di mana saraf yang mengatur gerakan bagian tubuh tertentu itu perlahan rusak. Sampai akhirnya, gerakan yang tadinya gampang banget jadi mustahil dilakukan.

 

Kenapa bisa begitu? Karena gerakan yang sama dan diulang-ulang selama puluhan tahun itu bisa jadi pemicunya. Ibaratnya, tubuh kita itu punya batasnya. Kalau dipaksa terus-menerus melakukan hal yang sama tanpa henti, ada bagian yang bisa jebol juga.

 

Contohnya banyak banget di sekitar kita. Nggak cuma musisi kok. Para pegolf pro yang terus-menerus mengayun stik golf dengan pola yang sama, quarterback di American Football yang melempar bola dengan gerakan repetitif, atau bahkan pemain biola utama yang jari-jarinya nari-nari di senar biola selama berjam-jam setiap hari. Mereka semua rentan kena kondisi ini. Kenapa? Karena mereka "menyiksa" bagian tubuh yang sama secara ekstrem.

 

Saya sendiri sering mikir, seberapa sering sih kita dengar kisah musisi hebat yang tiba-tiba pensiun karena alasan misterius? Atau pemain piano legendaris yang mendadak nggak bisa konser lagi?

 

Ada kemungkinan besar, dystonia musisi ini salah satu alasannya. Ini kondisi yang nggak banyak diomongin, mungkin karena stigma atau karena orang yang mengalaminya malu dan ngerasa "cacat" dalam bermusik. Padahal ini murni masalah neurologis.

 

Perjuangan yang Tidak Terlihat

 

Buat musisi, tangan dan kaki itu kan "nyawa" mereka. Saat kemampuan motorik halus itu diambil paksa oleh dystonia, rasanya pasti hancur banget. Semua latihan keras selama bertahun-tahun, jam-jam dihabiskan di studio, impian panggung besar, semuanya kayak sirna dalam sekejap.

 

Saya bisa merasakan betapa beratnya perjuangan mereka. Bukan cuma fisik, tapi mentalnya juga kena. Mereka harus berdamai dengan kenyataan kalau alat musik yang dulu jadi sahabat terbaik, kini justru jadi musuh yang tidak bisa dikalahkan.

 

Bahkan ada yang saking frustrasinya sampai depresi berat. Ada juga yang mencoba segala macam terapi, dari yang medis sampai yang alternatif, demi bisa main musik lagi. Beberapa berhasil, walau kadang harus mengubah cara main atau instrumennya. Tapi banyak juga yang harus ikhlas gantung alat musik mereka untuk selamanya.

 

Kisah-kisah ini seringnya nggak terpublikasi luas. Kita cuma lihat mereka di puncak kejayaan, jarang dengar cerita di balik layar saat mereka berjuang melawan "monster" tak terlihat ini.

 

Harapan di Tengah Keterbatasan

 

Meski terdengar menakutkan, bukan berarti dystonia musisi ini tak ada harapan sama sekali. Perkembangan ilmu saraf dan kedokteran terus berjalan.

 

Ada banyak penelitian yang sedang dilakukan untuk memahami lebih dalam tentang kondisi ini dan menemukan cara penyembuhan yang lebih efektif. Terapi fisik, latihan ulang otak (re-training), sampai metode-metode baru seperti suntikan botox atau deep brain stimulation, semuanya sedang dieksplorasi.

 

Penting buat para musisi, atau siapa pun yang pekerjaannya melibatkan gerakan repetitif, untuk mengenali gejala-gejala awal. Kalau jari atau tangan mulai terasa aneh, kaku, atau susah diatur saat main musik, jangan diabaikan.

 

Segera cari tahu dan konsultasi ke ahli saraf. Deteksi dini bisa sangat membantu dalam penanganan dan mencegah kondisi jadi lebih parah.

 

Juga, edukasi tentang dystonia musisi ini harus lebih digalakkan. Baik di kalangan musisi sendiri, guru musik, maupun publik umum. Mereka tidak sendirian. Ada banyak musisi hebat di luar sana yang berjuang dengan kondisi yang sama.

 

Kalau kamu kebetulan kenal musisi atau siapa pun yang mengalami masalah gerakan aneh saat beraktivitas, coba deh beri mereka info tentang dystonia musisi. Siapa tahu, informasi ini bisa jadi setitik harapan di tengah perjuangan mereka. (*)

Lebih baru Lebih lama