Pungutan Royalti Akhirnya Bisa Bikin Tidur Nyenyak di Bus!

suasana dalam bus

Ada satu hal yang sering bikin bete kalau lagi naik bus antarkota, musik yang kadang diputar itu… ya, selera sopir atau kenek banget. Kadang dangdut koplo jedag-jedug, lain waktu lagu melayu melow yang bikin enek di tengah macet. Nggak jarang juga volumenya kencang banget, sampai nggak bisa dengar notifikasi HP.

 

Nah, belakangan ini ada kabar yang menurut saya dan mungkin sebagian besar penumpang lainnya yang lebih suka ketenangan adalah sebuah angin segar. Beberapa Perusahaan Otobus (PO) katanya sudah melarang kru mereka buat nyetel lagu di dalam bus. Alasannya sih soal pungutan royalti yang lagi heboh itu, dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Tapi terus terang, buat saya pribadi, alasan utamanya nggak terlalu penting. Yang penting hasilnya!

 

Ketenangan Itu Mahal Harganya (Apalagi di Dalam Bus)

 

Ketika masuk ke dalam bus, harapan saya sih sederhana: bisa sedikit rileks, mungkin merenung sebentar, atau bahkan bisa tidur nyenyak sampai tujuan.

 

Tapi ya gimana mau tidur kalau speaker di atas kepala nyanyi lagu cinta yang mendayu-dayu atau malah lagu house yang bikin jantung ikut berdebar? Alih-alih istirahat, yang ada malah tambah pusing. Belum lagi kalau selera musik antara satu penumpang dengan penumpang lain beda. Kan nggak mungkin juga si sopirnya muterin semua request lagu satu-satu.

 

Makanya, ketika dengar soal larangan musik ini, reaksi pertama saya adalah, “Wah, akhirnya!” Lebay ya?

 

Bukan Anti Musik, Cuma Lebih Pilih Opsi Tanpa Suara

 

Perlu digarisbawahi nih, saya nggak bisa kalau tidak mendengarkan musik. Tapi yang namanya dengerin musik itu kan preferensi pribadi, dan waktunya juga bisa kita atur sendiri. Kalau lagi pengen, ya tinggal pake headphone.

 

Nah, di dalam bus itu kan ruang publik. Kita berbagi ruang dengan banyak orang dengan latar belakang dan preferensi yang berbeda-beda. Memaksakan satu jenis musik ke semua orang menurut saya kurang pas. 


Lebih baik kasih kebebasan ke masing-masing penumpang untuk menikmati perjalanan sesuai dengan keinginannya. Mau dengerin musik sendiri silakan, mau baca buku boleh, mau lihat pemandangan juga oke, atau yang paling penting buat saya: mau tidur tanpa gangguan suara juga bisa!

 

Dampak Positif yang Mungkin Belum Banyak Disadari

 

Selain soal kenyamanan pribadi, larangan musik di bus ini bisa punya dampak positif lain yang mungkin belum banyak disadari. Misalnya, suasana di dalam bus jadi lebih tenang, penumpang bisa lebih fokus kalau mau kerja atau baca. Komunikasi antar penumpang juga mungkin jadi lebih enak tanpa harus teriak-teriak di atas suara musik.

 

Buat sebagian orang tua atau ibu-ibu yang bawa anak kecil, suasana tenang di bus pasti juga jadi nilai tambah. Anak-anak bisa tidur lebih nyenyak, dan orang tuanya juga nggak perlu khawatir suara musik yang kencang mengganggu.

 

Mungkin juga, dengan tidak adanya musik, interaksi sosial antar penumpang bisa lebih terbangun. Siapa tahu kan, gara-gara sama-sama menikmati kesunyian, jadi ada yang saling ngobrol atau kenalan. Ya, meskipun ini mungkin skenario yang agak idealis sih. Hehehe…

 

Semoga Bukan Sekadar Tren Sesaat

 

Saya harap larangan musik di bus ini bukan cuma jadi tren sesaat atau sekadar karena lagi ramai soal pungutan royalti saja. Semoga kebijakan ini bisa jadi permanen dan diterapkan oleh lebih banyak PO lainnya. Saya yakin, banyak penumpang seperti saya yang diam-diam mengapresiasi perubahan ini.

 

Buat para PO yang sudah menerapkan kebijakan ini, terima kasih banyak! Kalian memberikan kami para penumpang yang mendambakan ketenangan di tengah perjalanan. 


Semoga ke depannya, naik bus jadi pengalaman yang lebih menyenangkan dan bisa benar-benar jadi waktu istirahat.  

Lebih baru Lebih lama