Pentingnya Pemusnahan Amunisi Kedaluwarsa

Amunisi Kedaluwarsa

Amunisi kedaluwarsa merupakan bahan peledak yang telah melewati masa pakainya dan berpotensi menimbulkan risiko ledakan spontan, kerusakan lingkungan, serta ancaman keselamatan jiwa.

 

Proses pemusnahannya tidak dapat dilakukan sembarangan, termasuk sekadar merendamnya di air, karena karakteristik kimia dan fisik amunisi yang beragam memerlukan pendekatan spesifik.

 

Alasan Pemusnahan Wajib Dilakukan

 

1. Ketidakstabilan Kimia dan Risiko Ledakan Spontan 

Bahan peledak dalam amunisi mengalami degradasi kimia seiring waktu, terutama jika disimpan dalam kondisi tidak ideal seperti suhu tinggi atau kelembaban ekstrem.

 

Proses degradasi ini menyebabkan senyawa kimia seperti nitrogliserin atau TNT (trinitrotoluena) menjadi tidak stabil, sehingga meningkatkan risiko ledakan tak terduga.

 

Misalnya, amunisi yang terkorosi atau mengalami kerusakan struktural dapat menghasilkan gas bertekanan tinggi di dalam selongsongnya, yang akhirnya memicu ledakan tanpa adanya pemicu eksternal.

 

2. Potensi Bahaya Lingkungan 

Amunisi yang tidak dimusnahkan dapat mencemari tanah dan air melalui kebocoran bahan kimia beracun seperti timbal, merkuri, atau asam nitrat. Senyawa-senyawa ini bersifat karsinogenik dan mengancam ekosistem sekitar, termasuk sumber air minum masyarakat.

 

Penelitian Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa pemusnahan amunisi harus memenuhi syarat teknis untuk meminimalkan dampak lingkungan, termasuk pengelolaan limbah hasil pembakaran atau peledakan.

 

3. Kepatuhan terhadap Regulasi Keamanan 

Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kementerian Pertahanan Nomor UKL/04VI/0, amunisi yang rusak berat atau kedaluwarsa wajib dimusnahkan melalui metode yang disetujui pejabat berwenang.

 

Prosedur ini mencakup izin tertulis kecuali dalam keadaan darurat, serta melibatkan tim ahli yang kompeten. Pelanggaran terhadap regulasi ini tidak hanya berisiko menyebabkan kecelakaan, tetapi juga dapat menimbulkan sanksi hukum bagi institusi terkait.

 

4. Perlindungan Sumber Daya Manusia 

Kegagalan memusnahkan amunisi kedaluwarsa berpotensi membahayakan personel militer maupun warga sipil. Insiden di Garut melibatkan korban jiwa dari kedua kelompok, termasuk empat prajurit TNI AD dan sembilan warga yang membantu proses pemusnahan.

 

Metode Pemusnahan Amunisi Kedaluwarsa

 

1. Pembakaran Terkendali 

Metode ini digunakan untuk amunisi dengan bahan peledak yang dapat terbakar secara sempurna tanpa meninggalkan residu berbahaya. Pembakaran dilakukan di area terbuka dengan jarak aman dari permukiman, dilengkapi sistem pengamanan untuk mencegah penyebaran api.

 

Namun, metode ini tidak berlaku untuk amunisi berpeluruh lambat (slow-burning) atau yang mengandung logam berat, karena asap hasil pembakarannya dapat mencemari udara.

 

2. Penghancuran/Peledakan 

Amunisi dengan ukuran besar atau sensitivitas tinggi dihancurkan melalui ledakan terkontrol di lokasi khusus. Tim pemusnahan menggunakan detonator elektronik dan bahan peledak sekunder untuk memastikan proses berlangsung aman. Metode ini memerlukan perhitungan presisi terkait jarak evakuasi dan dampak gelombang kejut.

 

3. Pemrosesan Kimia 

Beberapa jenis amunisi dinetralisasi dengan cara melarutkan bahan peledaknya menggunakan senyawa kimia tertentu. Misalnya, nitrogliserin dapat diurai dengan larutan natrium hidroksida, sementara TNT diolah melalui reaksi reduksi untuk menghilangkan sifat eksplosifnya. Metode ini memerlukan fasilitas laboratorium khusus dan ahli kimia materi peledak.

 

4. Penghancuran Mekanis 

Amunisi kaliber kecil seperti peluru senapan dihancurkan menggunakan mesin penghancur berteknologi tinggi yang mampu memisahkan komponen logam dan bahan peledak. Logam hasil penghancuran dapat didaur ulang, sedangkan bahan peledak dinetralisasi secara terpisah.


peluru senapan
 

Mengapa Perendaman Air Tidak Cukup?

 

1. Ketidakefektifan pada Semua Jenis Amunisi 

Meskipun air dapat meredam reaksi kimia pada bahan peledak tertentu seperti bubuk mesiu, metode ini tidak berlaku untuk amunisi modern yang mengandung senyawa stabilizer atau bahan peledak sekunder.

 

Contohnya, amunisi berpelindung kedap air atau yang menggunakan bahan seperti RDX (cyclotrimethylenetrinitramine) tetap berpotensi meledak meski direndam lama. Uji coba di Instalasi Amunisi Pusat TNI menunjukkan bahwa 30% amunisi kedap air tetap aktif setelah perendaman selama enam bulan.

 

2. Risiko Korosi dan Ledakan Tertunda 

Perendaman air justru dapat mempercepat korosi pada selongsong amunisi, terutama yang terbuat dari baja atau tembaga. Korosi ini menghasilkan gas hidrogen yang meningkatkan tekanan internal, sehingga memicu ledakan spontan.

 

Selain itu, bahan peledak yang terpapar air kemudian mengering dapat menjadi lebih sensitif akibat kristalisasi senyawa kimia di dalamnya.

 

3. Masalah Lingkungan 

Air yang digunakan untuk merendam amunisi beracun akan terkontaminasi logam berat dan sisa bahan peledak, sehingga memerlukan proses filtrasi khusus sebelum dibuang ke lingkungan.

 

Jika tidak, air tersebut dapat mencemari sungai atau tanah di sekitarnya. Biaya penanganan limbah cair ini sering kali lebih mahal daripada metode pemusnahan langsung seperti pembakaran atau peledakan.

 

4. Ketidakpraktisan untuk Skala Besar 

Merendam ribuan ton amunisi memerlukan kolam atau wadah berukuran raksasa, yang tidak praktis secara logistik maupun biaya.

 

Sebagai perbandingan, pemusnahan 65 ton amunisi di Kodam Jaya pada 2024 menggunakan metode pembakaran terkendali hanya membutuhkan lahan seluas 2 hektare. Perendaman juga tidak menghilangkan risiko ledakan selama proses pengangkutan atau penyimpanan amunisi basah.

 

Pemusnahan amunisi kedaluwarsa merupakan keharusan untuk mencegah risiko ledakan spontan, kerusakan lingkungan, dan korban jiwa.

 

Metode perendaman air tidak cukup efektif karena ketidakcocokannya dengan berbagai jenis bahan peledak, risiko korosi, serta masalah limbah cair.

 

Solusi terletak pada penerapan teknologi pemusnahan terkini, peningkatan kapasitas personel, dan kepatuhan ketat terhadap protokol keamanan.

 

Insiden Garut harus menjadi momentum untuk mereformasi sistem pemusnahan amunisi di Indonesia, dengan mengadopsi praktik terbaik dari negara lain dan memanfaatkan kemajuan ilmu material.

Lebih baru Lebih lama