Si Uma, Sastrawan Era 50-an

Si Uma
Si Uma

Nama-nama sastrawan seperti Marah Rusli, Asrul Sani, Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisyahbana, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Usmar Ismail, dan masih banyak lagi lainnya pasti sudah banyak dikenal oleh pecinta sastra di Indonesia. 

Dari tangan dan pemikiran mereka, lahirlah beragam karya sastra legendaris yang masih terus bisa dinikmati hingga sekarang.

Di antara nama-nama itu, ada seorang lagi sastrawan yang namanya kurang begitu dikenal, bahkan jarang ada yang tahu. Beliau adalah Si Uma, yang lahir pada 1919 di Pariaman, Sumatera Barat  dan wafat di Surabaya pada 1972.  Beliau dimakamkan di TPU Ngagel Surabaya.

Makam di Ngagel
Makam Si Uma di Ngagel

Beliau adalah anak dari Muhammad Hayat dan Maimunah. Beliau diketahui memiliki empat orang istri. Dari istri keduanya, lahirlah ibu saya. Ya, Si Uma adalah kakek saya dari sisi ibu.


Muhammad Hayat
Foto buyut, Muhammad Hayat


Menurut cerita dari om saya, semasa sekolah beliau mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah dewasa beliau merantau ke Medan, Jakarta, dan akhirnya menetap di Surabaya hingga akhir hayatnya.

Nama Aslinya

Ada yang unik dari nama beliau. Nama aslinya adalah Abdul Muis, yang biasa disingkat A. Muis. Hanya saja pada era itu ada sastrawan lain yang memiliki nama Abdul Muis, yang menciptakan karya novel Salah Asuhan. 

Agar tidak terjadi kekeliruan, mungkin, makanya beliau mengubah namanya menjadi Si Uma, yang berasal dari A.Muis tapi dibacanya terbalik.

Ragam Karya

Semasa hidupnya beliau telah menghasilkan beragam karya tulisan yang berupa buku dan tulisan di majalah. Menurut cerita dari ibu, om, dan macik saya, sebenarnya ada banyak karya dari beliau. Cuma tidak tersimpan dan tidak terdokumentasi dengan baik. 

Namun beberapa buku karyanya saat ini masih bisa dibaca langsung di Perpustakaan Nasional RI. Dari pencarian yang saya lakukan, di sana ada enam buku yang tercatat ada nama Si Uma di sampulnya. 

Ada dua buku yang saya digitalkan ke format PDF yaitu Penuntun Karang Mengarang dan Hantjurnja Tentara Belanda di Indonesia

Selain menulis buku, tulisan beliau juga hadir di beberapa majalah yang sayangnya sudah tidak bisa ditemukan lagi karena terbitnya di tahun 50 hingga 60-an. Beberapa majalah itu ada Majalah Flamboyan, Detektif & Romantika, Puspa Kencana, Duta Suasana, dan Kencana.

Penuntun Karang MengarangHantjurnja Tentara Belanda di Indonesia


Tjonto Rekes dan Surat Menjurat

Dari Seorang Cucu

Tulisan di blog ini saya buat semata-mata sebagai sebuah bentuk penghargaan dari seorang cucu kepada kakeknya yang tidak pernah dilihatnya karena beliau wafat jauh sebelum saya lahir.

Selain itu saya juga ingin agar ada sebuah jejak digital di Internet yang mencatat bahwa ada seorang sastrawan dan penulis andal yang pernah menghasilkan beragam karya tulis yang sepatutnya dicatat dalam sejarah.
Lebih baru Lebih lama