Biarkan Penulis Menulis, Bukan Ikutan Jadi Marketing

 Content Writer

Kemarin saya melihat sebuah lowongan pekerjaan untuk jabatan "Content Writer." Tapi saya mengucek mata tiga kali sebab, daftar tanggung jawab di bawahnya itu, aduhai, bukan deskripsi pekerjaan; itu adalah daftar skill untuk seluruh agensi pemasaran!

 

Coba kita bedah sedikit tanggung jawab yang mereka mau dari satu orang ini:

Luar biasa, kan? Mereka tidak mencari karyawan. Mereka mencari Batman, tapi dengan gaji Robin.

 

Mitos "Multitasking" dan Realitasnya yang Membakar

 

Di perusahaan, tren ini sering disebut "multitasking" atau "cross-functional." Kedengarannya keren, seolah-olah kita ini lincah dan serba bisa. Tetapi ttu bukan multitasking; itu adalah usaha perusahaan untuk membayar satu gaji tetapi mendapatkan output dari tiga sampai lima orang profesional.

 

Perusahaan berharap dengan memaksa satu orang melakukan lima pekerjaan berbeda, mereka akan mendapat hasil lima kali lipat. Sayangnya, hasilnya justru terbalik. Yang mereka dapatkan adalah:

 

  1. Karyawan yang Kelelahan: Mustahil untuk ahli dalam lima bidang sekaligus. Waktu dan energi kita terbatas.
  2. Hasil yang Biasa-Biasa Saja: Saat kamu membagi fokus, tidak ada satu pun pekerjaan yang bisa disentuh dengan kedalaman maksimal. Tulisan akan terasa terburu-buru, desainnya standar, dan riset SEO-nya dangkal. 

Dalam dunia profesional, ada spesialisasi karena alasan yang kuat. 


  • Penulis ya tugasnya menulis. Mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengasah kemampuan bercerita, menyusun kalimat yang efektif, dan memilih kata yang tepat. 
  • Desainer, tugasnya mendesain. Mereka menguasai teori warna, layout, dan visual storytelling. 
  • Content strategist, tugasnya merencanakan. Mereka membaca data, memetakan pasar, dan menyusun peta jalan. 

Kalau kamu ingin seseorang bisa melakukan semuanya dengan sempurna, siapkan diri untuk membayar gaji yang jauh di atas UMR. Karena "unicorn" seperti itu, apalagi yang kualitasnya prima, bayarannya tentu fantastis.

 

Ketika Nilai Penulis Sulit Diukur

 

Ini membawa kita pada pertanyaan yang mendasar: Mengapa tren ini menjamur?

 

Saya punya keyakinan, ini ada hubungannya dengan cara kerja dan cara pandang terhadap peran Content Writer di ruang marketing modern.

 

Secara historis, peran penulis sering dianggap lebih sulit diukur nilainya dibandingkan, misalnya, Paid Ads Specialist yang bisa menunjukkan ROI (Return on Investment) secara instan.

 

Penulis menghasilkan brand awareness, thought leadership, dan trust. Kontribusi semacam ini nilainya sangat penting, tetapi sifatnya lebih nuansa dan butuh waktu lama untuk membuahkan hasil.

 

Saat perusahaan tertekan untuk menunjukkan kinerja cepat dalam tenggat waktu yang irasional, mereka cenderung mencari peran yang "hemat biaya" dan "serba bisa" demi menutupi semua basis.

 

Ini juga diperparah oleh pembicaraan tentang "upskilling" yang didorong oleh ketakutan akan AI. Banyak yang berpikir, "Karena AI bisa menulis, penulis harus 'upskill' dan bisa desain, SEO, dan lain-lain agar relevan."

 

Saya pribadi merasa, ini adalah respons yang didorong oleh kepanikan, bukan strategi cerdas.

 

Fokus kita seharusnya bukan pada ketakutan terhadap AI atau tren pasar. Fokus kita harusnya adalah menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.

 

Value addition atau penambahan nilai sejati itu terlalu berbobot untuk diukur dalam tenggat waktu yang pendek atau hanya dilihat dari kuantitas peran yang diemban.

 

Perusahaan yang menghormati spesialisasi akan mendapatkan kualitas kerja yang lebih baik dan karyawan yang lebih sehat.

 

Pesan saya sederhana: Hormati peran itu. Kalau kamu mau tulisan yang tajam dan berdampak, biarkan penulis menulis. Mereka adalah pilar dari komunikasi brand yang otentik. (*)

Lebih baru Lebih lama