Ada YouTuber yang mengunggah lagu cover “Moonlight Sonata” lalu terkena copyright claim. Terdengar konyol? nyatanya itu beneran kejadian ke channel Davie504.
Masa lagu
Beethoven yang sudah lebih dari dua abad umurnya, tiba-tiba dianggap milik
sebuah “label” yang entah muncul dari mana. Di sinilah masalah besar YouTube:
sistem copyright mereka bukan cuma berantakan, tapi juga memberi ruang bisnis
bagi para predator digital.
Proses yang Bikin Frustasi
Kamu bikin
video, unggah, lalu muncul notifikasi: “Video ini mengandung konten yang
dilindungi hak cipta.” Kalau musiknya karya artis modern mungkin masih bisa
dipahami. Tapi kalau yang diklaim adalah lagu ratusan tahun lalu, itu jelas
gila.
Siapa yang
menentukan benar atau salahnya klaim itu? Bukan pihak independen, bukan
mediator netral. Justru yang jadi “hakim” adalah pihak yang bikin klaim itu
sendiri.
Ibaratnya
sebuah kasus di pengadilan, yang menuntut bisa sekaligus jadi juri dan hakim.
Rasanya absurd, tapi begitulah cara YouTube berjalan.
Bisnis Predatory Claim
Sudah bukan
rahasia kalau ada oknum yang berkeliaran d YouTube hanya untuk mengklaim
video-video random, berharap sebagian klaimnya lolos. Kalau lolos, mereka bisa
mengambil revenue iklan dari video orang lain. Bukan cuma sekali dua kali, tapi
sudah jadi model bisnis. YouTube, alih-alih memberikan hukuman untuk klaim
palsu, justru membiarkan sistem ini berjalan.
Inilah kenapa
banyak kreator merasa YouTube bersikap “guilty until proven innocent.” Mereka
harus berjuang membuktikan kalau video itu milik mereka atau konten yang digunakan
benar-benar public domain. Masalahnya, proses ini panjang, bikin stres, dan
seringkali hasilnya tetap memihak ke si pengklaim.
Ketidakadilan yang Konsisten
Satu hal yang
paling bikin pusing adalah standar ganda. Ada channel yang langsung kena strike
karena dianggap melanggar aturan, tapi channel lain bisa lolos dengan kasus
yang mirip persis. Seolah ada anak emas yang dilindungi, sementara kreator lain
harus rela dihajar sistem.
Kreator mana
pun bisa kena, dari yang baru mulai sampai yang sudah bertahun-tahun bangun
komunitas. Sekali strike, reputasi bisa runtuh. Sementara “label-label hantu”
yang berkali-kali terbukti salah klaim? Tidak ada konsekuensi. Nol.
Perlu Counter-Incentive
Satu-satunya
cara menghentikan predator copyright ini adalah memberi mereka konsekuensi
nyata. Kalau kreator bisa kena strike, maka yang mengajukan klaim juga harus
kena strike kalau terbukti terlalu sering melakukan klaim palsu. Setelah batas
tertentu, sistem otomatis seharusnya menolak klaim mereka sampai ada review
manual.
Tanpa hukuman,
tidak ada alasan bagi para predator untuk berhenti. Malah sebaliknya, mereka
akan makin agresif. Semakin banyak video yang mereka klaim, semakin besar
kemungkinan mereka mencuri revenue.
Lebih dari Sekadar Masalah YouTube
Ini bukan cuma
soal platform YouTube. Sistem copyright digital secara global memang sudah
ketinggalan zaman. Algoritma yang katanya “pintar” ternyata masih gampang
dimanipulasi. Regulasi hukum juga tertinggal jauh dibandingkan kelicikan
industri konten palsu.
Kalau tidak
ada perlawanan hukum terhadap oknum yang jelas-jelas melakukan klaim palsu,
masalah ini akan terus berkembang. Kreator yang seharusnya fokus bikin konten
akhirnya malah habis energi untuk melawan sistem.
Harus Ada Perubahan
Kalau kamu
kreator, wajar kalau merasa frustasi. Tapi masalah ini butuh suara kolektif.
Dorongan untuk ada reformasi, baik di level platform maupun hukum, harus datang
dari tekanan bersama. Karena kalau dibiarkan, jangan heran suatu saat lagu
Beethoven, Mozart, bahkan suara hujan pun diklaim oleh oknum yang “pintar” cari
celah.