Kita bangga bilang Indonesia negara religius. Setiap sudut ada masjid, gereja, pura, atau vihara. Upacara keagamaan meriah, orang rajin berdoa, tapi kok korupsi masih jadi menu utama?
Sementara
Denmark dan China, yang nggak ngotot mengaku negara religius, justru korupsinya
rendah. Gimana ceritanya?
Agama vs Moral: Kok Bisa Bedanya Jauh?
Kamu pasti
sering dengar, "Agama mengajarkan kejujuran." Tapi realitanya pejabat
korup rajin ibadah, kongkalikong proyek tetep jalan. Politikus doa bersama,
tapi duit rakyat diputer buat beli villa. Lucu nggak sih?
Denmark, salah
satu negara paling sekuler di dunia, justru tingkat korupsinya rendah banget.
Mereka nggak perlu pakai ayat suci buat jaga integritas. Sistem hukumnya aja
bikin orang mikir 100 kali sebelum korupsi.
China? Meski
komunis dan nggak menganggap agama sebagai prioritas, mereka gebuk koruptor
sampai babak belur.
Jadi apa agama
nggak berpengaruh? Bukan itu masalahnya. Tapi kalau agama cuma jadi simbol
tanpa implementasi, ya percuma.
Sistem vs Spiritualitas: Siapa yang Lebih Efektif?
Di Denmark,
transparansi adalah hukum. Gaji pejabat publik dipajang, proyek pemerintah bisa
dilacak online. Kalau ada yang nepotisme, langsung dihajar media. Mereka nggak
butuh ancaman neraka di akhirat, ancaman hukum dunia saja sudah cukup.
China? Hukuman
mati buat koruptor. Nggak peduli pejabat tinggi atau konglomerat, kalau
ketahuan, siap-siap masuk liang kubur. Mereka percaya, ketakutan terhadap hukum
lebih efektif daripada sekadar doktrin agama.
Sekarang
bandingkan dengan Indonesia. Pejabat korup dipenjara? Santai, bisa dapat remisi
atau malah nikmati fasilitas mewah. Uang rakyat dikorupsi? Ya paling disuruh
ganti… sebagian. Gimana korupsi mau diberantas kalau hukumnya lembek kayak
bubur?
Agama sebagai Tameng, Bukan Pedoman
Ini nih
masalah utamanya: agama di Indonesia sering jadi tameng, bukan pedoman. Orang menggunakan
simbol agama biar keliatan alim, tapi di belakang layar main serobot duit
negara. Pejabat hafal ayat suci, tapi lupa kalau korupsi itu dosa besar.
Denmark dan
China nggak pakai agama buat justifikasi moral. Mereka bangun sistem yang bikin
korupsi itu susah, mahal, dan berisiko. Di sini? Korupsi masih dianggap
"budaya", "biasa lah", atau "semua orang juga
melakukannya".
Jangan Cuma Mengandalkan Agama
Kalau mau korupsi berkurang, jangan cuma mengandalkan agama. Perbaiki sistem!
- Transparansi Total – Proyek pemerintah harus bisa diakses publik. Gaji pejabat dipajang, biar nggak ada yang bisa sembunyi-sembunyi korupsi.
- Hukum yang Nyata – Penjarakan koruptor tanpa pandang bulu. Jangan cuma rakyat kecil yang kena, pejabat juga harus dihukum setimpal.
- Budaya Anti-Suap – Dari hal kecil: nggak nyogok buat SIM, nggak bayar "pungli" buat urusan administrasi.
Agama penting, tapi tanpa sistem yang kuat, ya percuma. Denmark dan China sudah membuktikan: nggak perlu klaim religius buat jadi jujur.
Jangan Cuma Sok Suci, Tapi Korupsi Tetap Jadi Hobi
Indonesia
punya semua unsur buat jadi negara bersih: agama kuat, masyarakat religius.
Tapi selama hukum nggak ditegakkan, ya korupsi tetap merajalela.
Jadi sebelum
sok alim sambil korupsi, mending belajar dari Denmark dan China: bangun sistem,
bukan cuma simbol.
Kalau nggak?
Ya siap-siap aja terus jadi juara korupsi, meski jadi "negara paling
religius". Ironis banget, kan?