Di portal pencari kerja ada banyak lowongan kerja penuh waktu dengan gaji yang... jujur aja, nggak masuk akal. Ada perusahaan yang ngasih gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta, padahal posisinya full time. Ini gimana ceritanya?
Lowongan Full Time dengan Gaji Irit
Oke, kalau
lowongan magang atau freelance yang gajinya di bawah UMP, saya masih bisa
paham. Namanya juga kerja sementara atau cuma proyek lepas, jadi wajar kalau
bayarannya nggak sebesar kerja penuh waktu.
Yang bikin
saya garuk-garuk kepala, kenapa banyak perusahaan ngasih gaji super kecil untuk
kerja full time? Di Jakarta, UMP tahun 2024 sudah di kisaran Rp 5 juta. Tapi di
sini, saya nemuin lowongan full time dengan gaji Rp 3 juta, bahkan ada yang
lebih rendah. Lah, ini kan geblek!
Pertanyaannya,
apa gunanya UMP kalau perusahaan masih bisa aja menawarkan gaji segitu?
Bukannya UMP ditetapkan supaya ada standar hidup layak buat karyawan?
UMP: Aturan yang Sekadar Ada?
Saya mulai
mikir, jangan-jangan aturan UMP ini cuma sekadar formalitas. Bukannya UMP itu
untuk melindungi pekerja biar nggak digaji terlalu rendah?
Tapi kenapa di
kenyataan banyak perusahaan yang dengan entengnya ngasih gaji di bawah standar?
Apakah pemerintah tutup mata? Atau mungkin pengawasan soal ini yang kurang
tegas?
Sebenarnya
aturan UMP itu sudah jelas: gaji karyawan tetap nggak boleh di bawah UMP. Tapi
kok, banyak banget perusahaan kecil, startup, atau bahkan perusahaan menengah
yang melangkahi aturan ini?
Mereka
kayaknya lebih mikir, “Mau kerja nggak? Kasih aja gaji berapapun, nanti juga
ada yang terima.” Dan ironisnya, memang banyak yang akhirnya terpaksa menerima
tawaran itu.
Pekerjaan Penuh Waktu, Tanggung Jawab Besar, Gaji Kecil
Yang bikin
saya makin gregetan, kerja full time tuh biasanya menuntut lebih. Jam kerja
panjang, target, deadline, belum lagi ada yang harus kerja di akhir pekan.
Tapi kalau
gajinya di bawah UMP, gimana bisa bertahan hidup di Jakarta, yang biaya
hidupnya saja sudah tinggi? Bukan cuma masalah ekonomi, ini juga soal mental.
Ngebayangin kerjaan yang super sibuk dan stres, tapi gajinya pas-pasan,
lama-lama bisa bikin burnout.
Rasanya nggak
adil. Perusahaan seakan nggak peduli sama kesejahteraan karyawannya. Yang
penting kerjaan selesai, urusan karyawan hidup nyaman atau nggak, kayaknya
bukan masalah mereka. Begitu gaji ditransfer, ya udah, tugas selesai.
Kenapa Banyak Orang Masih Terima?
Lalu kenapa
banyak yang tetap ambil pekerjaan dengan gaji di bawah UMP? Sederhana sih,
karena banyak yang nggak punya pilihan.
Di kondisi ekonomi sekarang, dapat kerja aja sudah syukur, meskipun bayarannya nggak sesuai harapan. Banyak yang merasa terpaksa nerima karena takut nggak ada kesempatan lain yang lebih baik.
Apa Cuma Bisa Mengeluh?
Pertanyaannya,
apa ada solusi buat masalah ini, atau kita cuma bisa terus-terusan mengeluh?
Sebenarnya, pemerintah harus lebih ketat dalam menegakkan aturan UMP ini.
Jangan cuma ditetapkan angkanya, tapi juga diawasi penerapannya di lapangan.
Karena kalau nggak, ya percuma dong ada UMP?
Selain itu,
kita sebagai calon pekerja juga harus lebih kritis dalam milih perusahaan.
Jangan cuma tergiur embel-embel “penuh waktu” tapi gajinya nggak masuk akal.
Pastikan dulu gaji yang ditawarkan sesuai dengan standar yang layak.
Gaji di Bawah UMP: Waspadalah!
Pada akhirnya,
fenomena ini sebenarnya bukan hal baru, tapi tetap aja bikin gemes. UMP
seharusnya jadi standar minimum yang bikin pekerja bisa hidup layak, terutama
di kota besar kayak Jakarta. Kalau perusahaan nggak bisa ngasih itu, mungkin
perlu dipertanyakan apakah tempat itu layak jadi tempat kerja.
Yang jelas,
jangan mudah menyerah dan menerima gaji di bawah UMP cuma karena nggak ada
pilihan lain. Karena pada akhirnya hidup layak adalah hal yang pantas
didapatkan semua pekerja.