Car Free Day (CFD) yang rutin digelar di berbagai kota di Indonesia, khususnya Jakarta, menjadi lokasi favorit bagi fotografer untuk melakukan berbagai kegiatan fotografi, termasuk street photography.
Namun, praktik
memotret orang di area publik seperti CFD ini memiliki batasan hukum
dan etika yang perlu diperhatikan. Fotografer perlu memahami berbagai aturan
dan undang-undang yang berlaku di Indonesia terkait pengambilan dan penggunaan
foto orang di area publik untuk menghindari permasalahan hukum.
Landasan Hukum Memotret Orang di Area Publik di Indonesia
Meskipun
memotret di area publik secara umum diperbolehkan, Indonesia memiliki beberapa
landasan hukum yang mengatur praktik ini, terutama berkaitan dengan penggunaan
hasil foto tersebut.
Undang-Undang Hak Cipta
Undang-Undang
Hak Cipta di Indonesia memberikan perlindungan bagi objek foto, terutama jika
foto tersebut digunakan untuk kepentingan komersial. Pasal 12 Ayat 1 UU Hak
Cipta dengan tegas menyatakan bahwa:
"Setiap
Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman,
Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna
kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis
dari orang yang dipotret atau ahli warisnya."
Ketentuan ini
diperluas pada ayat selanjutnya yang menyatakan bahwa untuk foto yang memuat
dua orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari semua orang yang ada dalam
foto tersebut. Hal ini berarti, fotografer yang mengambil foto di area CFD
tidak diperbolehkan menggunakan foto tersebut untuk kepentingan komersial tanpa
izin tertulis dari subjek foto.
Pelanggaran
terhadap ketentuan ini bukan tanpa konsekuensi. Pasal 115 UU Hak Cipta
menetapkan sanksi pidana denda hingga Rp500 juta bagi pelanggar ketentuan ini.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE)
UU ITE juga
memberikan perlindungan terhadap privasi seseorang dalam konteks digital.
Beberapa pasal yang relevan antara lain:
1. Pasal 32
Ayat 2 UU ITE melarang penyebaran foto tanpa izin melalui media elektronik.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan hukuman hingga 8 tahun
penjara dan denda minimal Rp3 miliar.
2. Pasal 27
Ayat 3 UU ITE melarang pendistribusian konten yang memiliki muatan penghinaan
atau pencemaran nama baik. Jika foto yang diambil dan disebarkan mengandung unsur
penghinaan atau pencemaran nama baik, fotografer dapat dijerat dengan pasal ini.
3. Pasal 45
Ayat 3 UU ITE menetapkan sanksi pidana berupa penjara maksimal 4 tahun dan/atau
denda hingga Rp750 juta bagi pelanggar Pasal 27 Ayat 3.
Kode Etik Fotografi dan Pewarta Foto di Indonesia
Selain aturan hukum, terdapat juga kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesional fotografer di Indonesia yang perlu diperhatikan.
Pewarta Foto
Indonesia telah menetapkan kode etik yang menjadi panduan bagi para fotografer
profesional. Pasal 1 kode etik ini menekankan sikap profesional dan independen
dalam menjalankan profesi.
Beberapa poin
penting dalam kode etik ini yang relevan dengan memotret di area publik antara
lain:
1. Pewarta
foto wajib menunjukkan identitas keanggotaan PFI atau identitas diri kepada
narasumber saat peliputan foto.
2. Fotografer
harus bekerja berdasarkan fakta peristiwa dan tidak merekayasa peristiwa yang
mempengaruhi atau bertentangan dengan fakta dan kenyataan.
3. Fotografer
harus menghargai, menghormati, serta berhati-hati terhadap pengalaman traumatik
narasumber dalam penyajian pesan visual foto.
4. Perlakuan
dan sikap ke narasumber atau subjek foto harus dengan hormat, setara,
menghargai serta mengedepankan empati, asas moral, budaya, tradisi, agama,
serta atas dasar rasa kemanusiaan.
Etika Street Photography di Area Publik
Street
photography merupakan genre fotografi yang banyak dilakukan di area publik
seperti CFD, namun terdapat pertimbangan etis yang perlu diperhatikan.
Dilema Etis dalam Street Photography
Meskipun
street photography melibatkan pengambilan momen nyata dari kehidupan
sehari-hari, praktik ini menimbulkan pertanyaan etis tentang apakah secara
moral diperbolehkan untuk mengambil dan mempublikasikan foto orang tanpa
sepengetahuan atau persetujuan mereka.
Beberapa
argumen yang mendukung praktik street photography antara lain:
1. Street
photography memiliki nilai penting sebagai catatan sejarah dan menciptakan
rekaman visual tempat, orang, dan peristiwa.
2. Street
photography merupakan bentuk seni yang telah menghasilkan banyak karya hebat,
dan melarangnya akan menjadi kerugian budaya.
3. Fotografer
mengambil foto di ruang publik sehingga tidak ada pelanggaran privasi subjek,
karena hanya merekam peristiwa yang terjadi di depan umum.
Meskipun
demikian, argumen tentang privasi di ruang publik ini masih menjadi perdebatan
dan perlu dipikirkan serta didiskusikan secara mendalam, karena berkaitan
dengan etika dan penghormatan terhadap privasi individu.
Implikasi Praktis bagi Fotografer di Car Free Day
Berdasarkan
landasan hukum dan etika yang telah dibahas, terdapat beberapa implikasi
praktis yang perlu diperhatikan oleh fotografer yang berkegiatan di area Car
Free Day.
Batasan Pengambilan dan Penggunaan Foto
Fotografer
perlu memahami bahwa meskipun pengambilan foto di area publik seperti CFD
secara umum diperbolehkan, namun terdapat batasan dalam penggunaan foto
tersebut, terutama untuk kepentingan komersial. Untuk penggunaan komersial,
persetujuan tertulis dari subjek foto adalah keharusan menurut UU Hak Cipta.
Selain itu,
fotografer juga perlu berhati-hati agar foto yang diambil dan disebarkan tidak
mengandung unsur penghinaan atau pencemaran nama baik yang dapat menjerat
mereka dengan UU ITE.
Pertimbangan Etis dalam Memotret di CFD
Car Free Day
yang digelar rutin di Jakarta dan kota-kota lain merupakan area publik yang
ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan masyarakat. Fotografer perlu
mempertimbangkan aspek etis dalam memotret di area ini, termasuk:
1. Menghormati
privasi dan kenyamanan subjek foto meskipun berada di area publik.
2.
Mempertimbangkan konteks dan tujuan pengambilan foto, apakah untuk kepentingan
jurnalistik, seni, atau komersial.
3. Bersedia
menunjukkan identitas diri dan memberikan penjelasan jika diminta oleh subjek
foto.
Kesimpulan
Memotret orang
di area publik seperti Car Free Day di Indonesia memiliki batasan hukum dan
etika yang perlu diperhatikan oleh para fotografer. Undang-Undang Hak Cipta dan
UU ITE memberikan perlindungan terhadap privasi dan hak cipta subjek foto,
terutama terkait penggunaan foto untuk kepentingan komersial dan penyebarannya
di media elektronik.
Selain aspek
legal, fotografer juga perlu memperhatikan aspek etis sebagaimana tercantum
dalam kode etik PFI dan pertimbangan etis dalam street photography.
Keseimbangan antara kebebasan berekspresi melalui fotografi dan penghormatan
terhadap privasi individu menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh
fotografer yang berkegiatan di area publik seperti Car Free Day.
Dengan
pemahaman yang komprehensif tentang aturan hukum dan etika ini, diharapkan para
fotografer dapat melakukan aktivitas fotografi di area publik, termasuk Car
Free Day, dengan bertanggung jawab dan tetap menghormati hak-hak subjek foto.