Kontroversi RUU DKJ: Penolakan Netizen, Figur Publik, dan Partai Politik



Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi pusat perhatian dengan dukungan delapan dari sembilan Fraksi di DPR, menjadikannya RUU inisiatif dewan. Namun, polemik muncul terkait penunjukan langsung oleh Presiden untuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, memicu penolakan dari berbagai pihak.

 

Penolakan Netizen dan Figur Publik

Netizen secara luas mengekspresikan penolakan terhadap RUU DKJ melalui berbagai platform media sosial. Mereka menganggap RUU tersebut mengancam prinsip demokrasi dengan merampas hak warga Jakarta untuk memilih pemimpinnya. 

Sejumlah figur publik, termasuk sejarawan JJ Rizal, aktivis Dhandy Laksono, dan politikus Said Didu, ikut serta dalam menyuarakan penolakan terhadap RUU yang dianggap menghina hak demokrasi warga Jakarta.

 

Penolakan dari Partai PKS dan NasDem

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan RUU DKJ, menyebutnya sebagai kebijakan yang merugikan hak demokrasi warga Jakarta. Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, menegaskan bahwa RUU tersebut, jika disahkan, akan menyebabkan mundurnya demokrasi dan hilangnya hak-hak warga Jakarta. 

Sementara itu, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengeluarkan instruksi khusus kepada Fraksi NasDem DPR untuk menolak RUU DKJ, dengan alasan pemilihan Gubernur melalui Pilkada dianggap sebagai mekanisme yang sudah tepat.

 

Pasal Polemik RUU DKJ

Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ menjadi titik fokus kontroversi karena mengatur penunjukan langsung Gubernur dan Wakil Gubernur oleh Presiden dengan memperhatikan usulan DPRD. Penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat dianggap telah dirampas, menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya hak partisipasi dalam memilih pemimpin daerah.

 

Kesimpulan

RUU DKJ telah menciptakan gelombang penolakan yang kuat dari berbagai elemen masyarakat, termasuk netizen, figur publik, dan beberapa partai politik. Kontroversi ini menyoroti pentingnya menjaga prinsip demokrasi dan partisipasi warga dalam menentukan pemimpin daerah. Seiring berlanjutnya perdebatan, publik menantikan perkembangan lebih lanjut terkait nasib RUU DKJ dan dampaknya terhadap demokrasi lokal.


Lebih baru Lebih lama