Dunia sinema itu kadang lucu, ya. Ada film yang saking bagusnya, sampai tidak keberatan untuk menontonnya berkali-kali. Terus ada juga film yang bikin kita mikir, "Ini film apaan sih?"
Nah, Jurassic
Park (1993) itu masuk kategori pertama. Film itu bukan cuma bagus, tapi
legendaris. Ingat enggak sih, sewaktu Tyrannosaurus Rex muncul pertama kali di
layar lebar? Jantung rasanya mau copot, tapi sekaligus takjub. Itu film yang
berhasil bikin saya percaya kalau dinosaurus itu beneran ada dan berjalan di
Bumi ini.
Awal Mula Kejayaan Dinosaurus
Film pertama
Jurassic Park itu memang masterpiece-nya sutradara Steven Spielberg.
Skenarionya solid, penuh aksi yang bikin deg-degan, intrik yang cerdas, dan
yang paling penting, rasa takjub yang murni.
Karakternya
juga bukan tipe-tipe yang cuma jadi pajangan, mereka bikin keputusan yang masuk
akal, layaknya manusia normal. Visualnya? Canggih banget untuk zamannya, bahkan
sampai sekarang pun masih kelihatan keren.
Selain itu,
film ini juga mengajak kita merenungkan soal bahaya sains yang kebablasan,
tentang ambisi manusia buat "bermain Tuhan," dan bagaimana alam itu
selalu punya cara buat melawan.
Saya ingat
banget, ini salah satu film pertama yang saya tonton di bioskop, waktu itu
bareng teman SD saya. Saking sukanya, jika film itu ditayangkan ulang di TV saya
nggak keberata untuk menontonnya lagi. Efeknya ke saya itu besar banget.
Sekarang bayangkan,
film pertamanya sebagus itu, tapi lalu melihat sekuel-sekuelnya yang muncul.
Ketika Ekspektasi Berbenturan dengan Realita
Kalau kamu mau
merasakan kekecewaan yang mendalam, coba deh tonton Jurassic Park yang pertama,
terus langsung lanjutkan ke Jurassic World Rebirth (2025).
Saya jamin,
kamu bakal langsung paham maksud saya. Film yang terakhir ini, kalau saya boleh
deskripsikan, seperti tumpukan kotoran besar yang didorong oleh plot tipis dan
sama sekali enggak masuk akal.
Serius deh,
rasanya kayak kamu lagi nungguin kembang api tahun baru, eh tahunya yang keluar
cuma petasan korek.
Karakter Tanpa Arah dan Adegan Hampa
Di film ini karakternya
banyak banget, tapi enggak ada satupun yang punya kepribadian jelas atau bahkan
sedikit pun akal sehat. Mereka cuma ngelayap ke sana kemari tanpa tujuan. Para
aktornya juga kelihatan bingung kenapa mereka ada di film itu. Mungkin mereka
juga bertanya-tanya sambil syuting, "Oke, kita di sini ngapain, sih?"
Jurassic World Rebirth ini cuma serangkaian adegan aksi yang konyol, membosankan, dan yang paling mengecewakan, dinosaurus hybrid-nya lebih mirip alien ketimbang dinosaurus. Enggak ada gregetnya sama sekali.
Adegan-adegan
itu enggak berarti apa-apa, enggak mencapai apa-apa, dan yang jelas, enggak
bikin saya merasakan apa-apa. Hampa. Beruntung saya nontonnya bareng pacar
tersayang, jadi setidaknya enggak mati gaya karena bosan sendirian.
Logika yang Hilang Ditelan Bumi (dan Bungkus Snickers)
Pikiran
pertama saya pas kredit film ini muncul adalah: "Apa sih asiknya film
ini?" Tapi setidaknya saya berharap film ini masuk akal. Dan di situlah
masalahnya: film ini sama sekali enggak masuk akal. Plotnya bergantung pada
kebetulan dan akal-akalan paling gila cuma buat tetap 'jalan'.
Seluruh
kejadian di film ini bermula cuma karena selembar bungkus Snickers yang
nyangkut di ventilasi udara. Iya, kamu enggak salah baca. Bungkus cokelat! Bungkus
cokelat yang dibuang sembarangan. Itu yang jadi pemicu utama seluruh kekacauan
di film ini.
Ini kayak,
"Oke, kita enggak tahu mau mulai dari mana, gimana kalau kita bikin
sesuatu yang paling enggak masuk akal aja?" Ide yang brilian, kan?
Ketika Uang Terlalu Banyak, Ide Nol Besar
Film ini
adalah contoh sempurna dari apa yang terjadi kalau sebuah studio film punya
terlalu banyak uang, terlalu banyak sumber daya, tapi sama sekali enggak tahu
harus diapakan semua itu.
Hasilnya ya
ini: sebuah film yang seharusnya enggak pernah diproduksi. Ibaratnya, ini kayak
proyek yang harusnya dibatalkan jauh-jauh hari sebelum diproduksi.
Jadi kalau
kamu menghargai uang kamu atau bahkan kewarasan kamu, mendingan lewati saja
film ini. Mendingan, putar ulang lagi Jurassic Park yang pertama.
Percayalah, kamu bakal jauh lebih terhibur dan enggak menyesal. Kita semua butuh hiburan yang berkualitas, bukan sekadar buang-buang waktu di depan layar.