Confirmed, Gue Nggak Suka Pegunungan

Jalan-jalan ke Bromo
Sewaktu ke Bromo

Libur panjang Natal tahun ini gue memutuskan untuk nge-trip ke Bromo. Walaupun sebenarnya gue nggak begitu suka dengan wisata daerah pegunungan karena cuma menikmati pemandangan saja. Pengennya sih ke pantai, tapi berhubung cuacanya lagi nyeremin, ya sudah lah ke gunung saja.


Pada trip kali ini gue kembali ikut open trip yang diadakan MyPermata Wisata. Udah yang keempat kalinya gue ikut open trip mereka.

Perjalanan dimulai tanggal 22 Desember dengan naik kereta Matarmaja dari Pasar Senen menuju ke Malang. Perkiraannya sih karena very long weekend, kereta dan stasiun bakalan padat. Ternyata ngga. Bahkan saat di kereta, gue dapat tukeran bangku dimana ketiga bangku yang ada di depan dan samping gue kosong sampai Madiun. Yah lumayan lah kaki bisa selonjoran lebih dari setengah perjalanan.

Sampai di Stasiun Malang Baru jam 7 pagi, rombongan langsung dibawa ke tempat oleh-oleh Brawijaya. Kesan pertama kota Malang adalah rapi dan sekilas suasananya kayak Bandung. 

Setelah puas belanja oleh-oleh, kami langsung dibawa menuju homestay yang ada di kota Batu. Padahal sesuai itinerary, harusnya kami menginap semalam di Kota Malang dulu, baru besoknya menginap di Batu. Sebuah kritikan buat trip organizer-nya.

Sesampainya di homestay, namanya Rania, lokasinya dekat banget sama Batu Night Spectacular, kira-kira 100 meteran. Tempatnya lumayan enak, kebetulan juga isinya kamar cuma 3 orang. Ada kamar mandi di dalam, ada air hangat, cuma ngga ada TV. Tapi di kamar lain kebalikannya, ada TV tapi ngga ada kamar mandi dalamnya.

Jatim Park 2 

Saat mengunjungi sebuah kota, dua lokasi wisata yang selalu jadi incaran gue ada dua, kebun binatang & water park.  Setelah beres-beres dan mandi, lihat di peta ternyata lokasi wisata incaran gue, Batu Secret Zoo, nggak jauh dari homestay, sekitar 1,5 Km. Karena nggak tau mau naik angkot apa, akhirnya gue jalan kaki aja dari homestay. Lagian udara di Batu juga sejuk, ngga bikin gerah.

Di area Jatim Park 2, ada tiga objek wisata yang lokasinya nempel. Batu Secret Zoo (BSZ), Museum Satwa, dan Eco Green Park. Tiketnya pun bisa dibeli secara paketan. Karena gue hanya ingin mengunjungi zoo dan museum satwa, akhirnya gue pilih paketan seharga Rp120.000. Tapi sayangnya, untuk pembelian tiket dengan menggunakan kartu debit minimal Rp200.000. 

Masuklah gue ke BSZ. Gue akuin, tempatnya menarik banget, lebih bagus dari Gembiraloka di Yogya, dan jauuuuhhhh lebih bagus dari Ragunan. Kenapa menarik, karena jarak antara pengunjung dan binatang itu dekat banget. Gue bisa lihat macan tutul hanya berjarak 1 meter dari muka gue. Selain itu juga rute untuk pengunjung dibuat sedemikian rupa sehingga semua koleksi binatang bisa dilihat. Di ujung pintu keluar BSZ, ada area playground buat anak-anak.

Sayangnya ada satu aktivitas yang buat gue kurang beretika. Pihak BSZ menyediakan fasilitas memancing hewan dengan biaya Rp5000. Misalnya mancing harimau, disitu pengunjung diberikan semacam alat pancing yang ujungnya diberi potongan daging. Nah si pengunjung nanti bisa suka-suka mau ngasih umpannya langsung atau dimain-mainkan dulu. Buat pengunjung yang brengsek, tentu aja umpan itu bakal ditarik-tarik biar si harimaunya lompat-lompat ngejar umpan sampai capek. 

Harusnya dengan harga tiket 120 ribu, mbok ya ada waktu dimana pihak BSZ melakukan feeding time yang bisa ditonton pengunjung. Dimana si hewan bisa dikasih makan secara normal. Ragunan yang tiketnya cuma 5000 perak aja nggak gitu-gitu amat kok. 

Setelah keluar dari lokasi BSZ, langsung lanjut ke Museum Satwa yang beda pintu aja. Sejujurnya agak kecewa masuk sini. Karena disini adalah versi matinya hewan-hewan yang bisa dilihat hidup dan live di BSZ. Walaupun ngga semua hewan di BSZ ada versi awetannya di Museum Satwa. 

Jadi kalau dipikir-pikir, ngapain juga lihat hewan-hewan awetan kalau udah liat yang aslinya di lokasi sebelah.

Setelah itu kembali ke homestay. Kali ini karena udah capek banget, akhirnya naik angkot. Sewaktu berangkat tadi gue merhatiin angkot apa aja yang lalu lalang. Jadinya bisa tau angkot mana yang harus gue naikin.

Perjalanan ke Bromo

Setelah beristirahat dari BSZ, malamnya kami bersiap-siap menuju Bromo. Persiapan dimulai dari jam 11 malam. Dari homestay, kami diantar naik bis ke Pasar Tumpang di Malang yang berjarak 35 km.

Di sana kami sudah ditunggu oleh jip-jip yang siap mengantar kami ke Bromo. Gilanya, semua jipnya adalah jip terbuka. Jadi bisa bayangin jalan tengah malam ke daerah pegunungan yang duiingin banget di jip terbuka. Untungnya perlengkapan gue udah siap buat nahan dingin. Satu jip diisi oleh 9 orang termasuk supir & asistennya. 

Dari Tumpang kami diantar ke Pananjakan 2, karena katanya yang Pananjakan 1 lebih ramai. Perjalanannya menghabiskan sekitar 2 jam lebih. Gue nggak ngitungin karena saat masuk wilayah Bromo, rasa eneg sudah menyerang. Jalannya berkelok-kelok, bumpy, dan tempat duduk di jipnya nggak pake busa.

Alhasil, sesampainya di Pananjakan 2 sekitar jam 3 pagi, gue udah nggak kuat naik lagi ke atas yang katanya berjarak 1 km lagi. Daripada sempoyongan terus pingsan di kegelapan, mending gue nunggu aja di bawah. Untungnya ada warung kopi yang nyediain minuman panas plus perapian. Akhirnya gue ngobrol aja ama orang satu rombongan sampai matahari terbit. Pikir gue, ngapain sih matahari terbit aja pake dilihat. Tiap hari juga ada. Dan benar, kata orang yang naik ke atas, sunrise-nya nggak sempurna karena ketutup awan. 
Bromo
Males liat sunrise

Jam 6 pagi semua rombongan pada turun untuk melanjutkan ke area pasir berbisik. Karena long weekend, jalan menuju kesana macet total. Sampai di sana gue pun sudah enggan mau ngapa-ngapain. Lihat tangga yang menuju ke kawah aja jauh banget, dan nanjak pula. Sementara kalau naik kuda, minta tarif Rp150.000. Akhirnya gue cuma jalan muter-muter sebentar dan nyari tempat neduh karena matahari semakin terik.
Pasir Bromo
Pasir berbisik

Di sini gue harus menunggu lebih dari sejam karena ada orang dari rombongan jip gue yang anaknya mau pingsan di atas kawah sana. Supir jipnya juga udah mengeluh dan akibatnya kami ketinggalan dari rombongan lain.

Dari area pasir berbisik perjalanan langsung ke wilayah savana dan Bukit Teletubbies. Di situ pun pada dasarnya ngga ada aktivitas yang bisa dilakukan selain foto-foto.  This is why i don't like mountains.

Bukit Teletubbies
Bukit Teletubbies

Karena sudah tertinggal jauh, akhirnya kami langsung pulang dengan melewatkan itinerary ke Coban Pelangi. Pulangnya kembali ke meeting point di Pasar Tumpang tadi. Dari situ kami langsung balik ke homestay. Sampai homestay sudah sore.

Wajib Coba Bakso

Malamnya, kami kembali diberi waktu bebas. Karena lokasi homestay yang dekat sekali dengan Batu Night Spectacular (BNS), gue sempat mau kesana juga. Tapi setelah melihat tempatnya dan suasananya jadi males. Harga tiket terusan Rp99.000. Tempatnya rame banget dan isinya ngga jauh beda ama pasar malam yang biasa ada di parkiran stasiun. Ada komidi putar, rumah hantu, kereta-keretaan dan semacam gitu lah. Akhirnya gue memutuskan untuk tidak masuk kesana. Mending nyari bakso aja. Ini Malang gitu, gudangnya bakso.

Persis di depan BNS, gue nemu warung bakso yang cukup ramai. Dan benar, enak banget. Selama trip gue udah nyoba 4 warung bakso, dan semuanya enak. Entah apa yang bikin bakso disana enak. Padahal bakso Malang yang ada di Jakarta belum tentu sama enaknya dengan di Malang. 

Predator Fun Park

Di awal udah gue bilang kalau tempat yang ada hewan-hewannya selalu jadi incaran gue. Paginya, di hari kepulangan, kami dapat waktu bebas lagi sampai jam 12 siang. Waktu tersebut akhirnya gue pakai buat mengunjungi Predator Fun Park (PFP) yang lokasinya sekitar 3 km dari homestay.

Pertama bingung mau naik apa kesana, ehh ternyata ada ojol. Walaupun nunggunya agak lama karena jarang, akhirnya gue nge-Grab dengan tarif Rp6.000. 

Di PFP, lagi-lagi harga tiketnya paketan. Gue pilih yang murah aja, Rp50.000. Kirain FPP ini areanya luas, ternyata kalau dipakai jalan kaki, setengah jam aja udah bisa memutari seluruh area.

Di area depan PFP pengunjung disuguhi berbagai diorama serta patung-patung yang berkaitan dengan buaya. Masuk ke area berikutnya, mulailah hadir kandang-kandang buaya yang jaraknya dekat dengan pengunjung. Setelah itu ada kolam-kolam ikan predator macam arapaima, piranha, nile perch dsb. Ada juga kandang ular walaupun sedikit.

Sayangnya, aksi mancing hewan diulangi lagi di PFP ini. Sama kayak di BSZ, pengunjung bisa bayar Rp5000 untuk beli umpan yang dipakai buat memberi makan hewan. Gue memilih untuk foto bareng buaya aja akhirnya, sama-sama gocengnya.

Jalan Kaki di Malang

Tanggal 25 jam 12 siang kami berkemas dan berangkat menuju Stasiun Malang menggunakan angkot charteran. Karena keretanya jam 17.30, lagi-lagi kami diberi waktu bebas. Dengan waktu sisa sekitar 3 jam-an, gue akhirnya memilih ke Toko Oen yang katanya terkenal itu. 

Dari stasiun jalan kaki, walaupun ngga deket sih. Yah karena memang ingin liat kota Malang, ga pa pa lah jalan kaki.

Sampai toko Oen, rame bener. Gue udah punya feeling ngga enak aja nih. Pas masuk mau pesan, kata si waiter-nya harus dapat kursi dulu baru bisa pesan. Dapatlah kursi kosong. Setelah itu tidak ada waiter yang sama sekali merespon. Akhirnya setelah dicuekin selama lebih dari 15 menit gue cabut aja dari situ menuju ke warung bakso yang ada di dekat sana.

Jam 16, kembali ke stasiun, nunggu sebentar dan 17.30 kereta Matarmaja pun berangkat menuju Jakarta. Tapi kali ini kursinya ga kosong dan kaki gue harus menderita selama perjalanan karena ga bisa selonjoran. Damn, i fuckin hate economy class.


Lebih Suka Pantai

Setelah pengalaman ke Bromo ini, gue bisa konfirmasi bahwa buat gue wisata ke pantai jauh lebih menyenangkan ketimbang ke gunung. Kenapa? karena di pantai selain menikmati pemandangan, lo juga bisa melakukan aktivitas lain kayak berenang, snorkeling, atau cuma sekadar main air. 
Lebih baru Lebih lama